Pembelajaran Yang Harus Diterima Levante Usai Melawan Madrid. Kekalahan 1-4 dari Real Madrid di Estadi Ciutat de València pada 23 September 2025 jadi pukulan telak bagi Levante, tim promosi yang masih cari pijakan di La Liga musim 2025-26. Meski sempat samakan kedudukan lewat sundulan Karl Etta Eyong di menit ke-54, Levante tak mampu tangkal laju Los Blancos yang dipimpin Xabi Alonso. Vinícius Júnior buka skor di menit ke-28 dengan trivela apik, diikuti gol debut Franco Mastantuono di menit ke-38, sebelum brace Kylian Mbappé dalam tiga menit—penalti di menit ke-64 dan solo run di menit ke-67—akhiri perlawanan tuan rumah. Kekalahan ini tinggalkan Levante di posisi 16 dengan empat poin dari enam laga, tapi pelatih Javi Calleja lihatnya sebagai pelajaran berharga. “Kami lawan tim terbaik dunia, tapi ini kesempatan belajar cepat,” katanya pasca-laga. Di tengah jadwal padat, Levante butuh ambil hikmah dari kekalahan ini untuk hindari zona degradasi. BERITA BASKET
Perbaiki Disiplin Defensif di Kotak Penalti: Pembelajaran Yang Harus Diterima Levante Usai Melawan Madrid
Levante kebobolan empat gol, tiga di antaranya lahir dari kelengahan di kotak penalti sendiri—bukti disiplin defensif masih jadi PR utama. Di menit ke-28, turnover ceroboh di lini belakang beri ruang Vinícius finis trivela lewat Mathew Ryan. Lalu, gol Mastantuono di menit ke-38 manfaatkan umpan silang Vinícius yang tak sempat dihalau bek seperti Unai Elgezabal. Yang paling menyakitkan, penalti Mbappé di menit ke-64 lahir dari pelanggaran Elgezabal yang bisa dihindari kalau marking lebih rapat. Statistik tunjukkan Levante kalah 12 duel di kotak penalti, bandingkan dengan delapan Madrid—angka yang bikin Calleja geram.
Pelajaran ini krusial karena Levante sudah kebobolan 12 gol musim ini, rata-rata dua per laga. Calleja bilang, “Kami harus lebih kompak, tak kasih ruang gratis ke Mbappé atau Vinícius.” Di sesi latihan kemarin, ia fokus drill marking zonal, tambah rotasi bek untuk cegah overload. Tanpa perbaikan ini, lawan tim seperti Barcelona akhir pekan bakal lebih parah. Levante, yang promosi via playoff musim lalu, tak boleh ulangi kesalahan dasar kalau mau bertahan di La Liga—ini soal mental, bukan cuma taktik.
Manfaatkan Momentum Setelah Gol Lebih Baik
Gol Etta Eyong di menit ke-54 jadi momen emas Levante—sundulan dari umpan Ivan Romero yang defleksi bek Madrid, samakan skor 2-2 dan bikin Ciutat de València bergemuruh. Tapi, alih-alih tekan, Levante mundur dan biarkan Madrid balik unggul dalam tiga menit. Mbappé respon dingin dengan penalti cheeky, lalu solo run brilian yang lewati Ryan. Ini tunjukkan Levante gagal ubah momentum: penguasaan bola mereka naik ke 48 persen pasca-gol, tapi cuma satu tembakan tepat sasaran setelahnya, bandingkan 12 dari Madrid.
Calleja akui, “Kami senang samakan, tapi lupa tekan gas. Madrid punya pengalaman, kami harus belajar itu.” Pelajaran ini soal mentalitas: tim promosi sering kaget saat unggul sementara lawan elit. Di laga sebelumnya lawan Girona, Levante menang 4-0 karena manfaatkan momentum, tapi kali ini hilang. Solusinya? Latihan simulasi comeback, plus instruksi taktik untuk naik pressing langsung pasca-gol. Dengan skuad muda seperti Eyong dan Romero, Levante bisa jadi tim counter ganas kalau tak buang peluang seperti ini. Ini kunci hindari kekalahan beruntun dan naik klasemen.
Tingkatkan Efisiensi Serangan dan Finishing
Levante ciptakan enam peluang besar sepanjang laga, tapi cuma satu yang jadi gol—efisiensi serangan mereka masih rendah, terutama lawan kiper solid seperti Ryan yang selamatkan lima tembakan. Romero dan Joni Montiel sering overload sayap, tapi kurang visi akhir: dua peluang emas di babak pertama melebar, termasuk chip Romero yang tipis di atas mistar. Madrid, sebaliknya, konversi 44 persen peluangnya, bukti beda kelas. Levante punya xG 1.2, tapi finis cuma 0.8—angka yang bikin Calleja soroti finishing di konferensi pers.
“Ini soal ketajaman, bukan cuma ciptakan peluang,” katanya. Pelajaran ini penting karena Levante cetak rata-rata satu gol per laga musim ini, kurang buat tim yang andalkan serangan balik. Calleja rencana tambah drill one-on-one dengan Ryan di latihan, plus integrasi pemain seperti Brugué yang cedera ringan. Lawan tim top, Levante tak bisa andalkan satu gol—harus minimal dua untuk kompetitif. Ini juga peluang buat skuad muda belajar dari Mbappé: finis dingin di momen krusial. Kalau diterapkan, Levante bisa jadi kuda hitam seperti musim promosi dulu.
Kesimpulan: Pembelajaran Yang Harus Diterima Levante Usai Melawan Madrid
Kekalahan 1-4 dari Real Madrid jadi cermin bagi Levante: tim promosi dengan mimpi besar, tapi masih butuh polesan. Dari disiplin defensif yang longgar, buang momentum pasca-gol, sampai efisiensi serangan yang kurang, tiga pelajaran ini jadi fondasi Calleja bangun skuad lebih tangguh. Dengan empat poin dan posisi 16, Levante tak boleh patah semangat—malah, ini momentum evaluasi cepat jelang lawan Barcelona. Eyong dan Romero tunjukkan potensi, tapi seluruh tim harus adaptasi La Liga yang kejam. Bagi fans Granotes, kekalahan ini bukan akhir, tapi awal perjalanan panjang—terapkan pelajaran ini, dan Ciutat de València bakal jadi benteng kuat musim ini.